Radar Bharindo, JAKARTA - Fraksi Partai Demokrat, Partai Gerindra, dan PKS memastikan
akan menandatangani pengajuan Hak Angket terhadap jabatan Gubernur DKI Jakarta
yang dijabat oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) setelah berstatus sebagai
terdakwa kasus dugaan penodaan agama.
Wakil
Ketua DPR Agus Hermanto dari Fraksi Demokrat mengaku kecewa terhadap Menteri
Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang tidak memberhentikan Ahok dari
jabatannya sebagai Gubernur DKI. Menurut Agus, Mendagri telah melanggar dua
undang-undang (UU), yakni UU No. 10/2016 tentang Pilkada dan UU No. 23/2004
tentang Pemerintah Daerah.
Dia
menegaskan karena Mendagri tetap tidak memberhentikan sementara Ahok maka
Fraksi Partai Demokrat di DPR akan mengajukan hak angket terkait hal itu.
Selain Demokrat, kata dia, Fraksi PKS juga sudah memberikan sinyal setuju
dengan usulan Hak Angket tersebut.
Begitu
juga dengan Fraksi Gerindra yang Senin (13/2/2017) resmi menggulirkan Hak
Angket terhadap keputusan pemerintah tersebut. Anggota Komisi XI dari Fraksi
Gerindra DPR, Heri Gunawan, mengatakan keputusan Mendagri telah memancing
reaksi keras dari para anggota Fraksi Gerindra DPR.
Baca Juga :
Senada
dengan Agus, Heri menyesalkan sikap pemerintah yang seolah-olah tak berdaya
menegakkan aturan kepada Ahok. Menurutnya, bukti dan dasar hukum bagi Presiden
untuk menghentikan sementara Ahok sudah cukup. Menurutnya, tidak perlu
pemerintah merasa gerah ketika ada reaksi publik termasuk anggota DPR yang akan
menggulirkan hak angket dalam menyikapi persoalan tersebut.
Berdasarkan
pasal 83 ayat 1, kepala daerah bisa diberhentikan sementara karena didakwa
melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman pidananya paling singkat 5 tahun. Sedangkan
dalam kasus dugaan penodaan agama, Ahok didakwa melanggar Pasal 156-a KUHP yang
ancamannya paling lama 5 tahun penjara.
Pasal 83
UU No. 23/2014
(1)
Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa
melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme,
makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang
dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)
Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di
pengadilan.
(3)
Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur
dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati
atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
(4)
Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan tanpa melalui usulan
DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(5)
Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Presiden untuk
gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil
bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota. (*)
Sumber : Solopos.com
0 Komentar