![]() |
Kabid Aset Daerah BPKAD Karawang saat diwawancarai wartawan Radar Bharindo, Senin 4/8 (Photo Adk Radar Bharindo) |
Radar Bharindo, Karawang ~ Feri selaku Kepala Bidang Aset
Daerah di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Karawang, membantah
soal “kepemilikan siluman” status tanah untuk rencana pembangunan Rumah Sakit
Paru-paru di Kecamatan Jatisari.
Berdasarkan penelusuran Radar Bharindo, sebelumnya sempat
tersiar kabar jika pembelian tanah yang sumber keuangannya dari Dana Bagi Hasil Cukai dan Hasil Tembakau
(DBHCT) sejak 2010 oleh Dinas
Kesehatan (Dinkes) tersebut bukan atas nama pemkab, melainkan atas nama pribadi
seseorang.
Namun saat dikonfirmasi di kantornya, Feri langsung membantah
isu miring tersebut. Kepada Radar Bharindo, Feri menjelaskan, jika pembelian
tanah untuk bangunan Rumah Sakit Paru-paru di Jatisari pada tahun 2014 tersebut
seluas 22.843 meter/persegi. Yaitu dengan nilai Rp. 5.676.485.500, rupiah. Dengan
hak milik sertifikat, tanah tersebut dibeli atas nama lembaga Dinkes.
“Tanah
tersebut sudah jadi sertifikat. Tapi memang belum dibaliknamakan atas nama
pemkab, sekarang masih dalam proses. Yang belinya atas nama Dinkes. Yang jelas
itu aset pemda,” tutur Feri, Senin (4/9).
Dijelaskan Feri, setelah melalui tahap pengajuan dari Dinkes,
pembelian tanah untuk rencana pembangunan RS Paru-paru ini langsung melalui
proses Penetapan Lokasi (Penlok). Kemudian disosialisasikan kepada masyarakat
terkait apakah mendapatkan penolakan atau tidaknya di dalam rencana pembangunan
RS Paru-paru ini.
“Setelah warga setuju, kemudian turun tim appraisal untuk
penilaian harga. Dan harga yang akan dibayarkan tidak boleh lebih dari harga
yang sudah ditetapkan tim appraisal. Setelah melalui tahap tawar menawar,
terjadilah transaksi. Yang pasti itu tanah statusnya milik pemda, bukan atas
nama pribadi,” kata Feri.
![]() |
Wartawan Radar Bharindo
Saat mendokumentasikan data pembelian aset tanah
untuk pembangunan RS Paru-paru
di Jatisari, Senin 4/8 (Photo Adk Radar Bharindo)
|
Untuk diketahui, sebelumnya sempat ramai diberitakan jika
praktisi hukum Karawang, Asep Agustian SH, MH, sempat mempersoalkan DBHCT
senilai Rp 120 miliar untuk pembangunan Rumah Sakit Paru-paru di Jatisari.
Salah seorang pengacara ternama di Karawang ini menduga adanya persoalan dalam
pengelolaan DBHCT sejak 2012 tersebut.
Pasalnya sampai 2017, rencana pembangunan RS Paru-paru di
Jatisari sendiri tak kunjung bisa direalisasikan. Terlebih ditegaskan Asep,
persoalan DBHCT senilai Rp 120 miliar ini sempat disorot dan diselidiki
persoalannya oleh Kejaksaan Negeri Karawang sejak 2016.
Saat ditemui di kediamannya, Asep Agustian mengatakan, sampai
saat ini ia mengaku terus mempertanyakan kepada Kejaksaan Karawang terkait
penanganan soal DBHCT tersebut. Menurutnya, penanganan suatu kasus hukum tentu
harus bersifat transparan.
“Sampai saat ini publik Karawang masih mempertanyakan
penanganan DBHCT oleh Kejaksaan Karawang. Persoalan DBHCT ini sudah lama
dipersoalkan. Karena kalau dananya sudah ada, mengapa rencana pembangunan RS
Paru-paru tak kunjung bisa direalisasikan. Makanya saya minta kejaksaan
menjelaskan sampai sejauh mana penanganan DBHCT ini,” pungkas Asep Agustian. (Adk,RBI 248)
0 Komentar