![]() |
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil tembakau (Gb.RBI) |
![]() |
Pengamat hukum dan pemerintahan, Asep Agustian SH, MH |
Radar Bharindo, Karawang ~ Masih terkait persolan dugaan
penyalahgunaan Dana Bagi Hasil Cukai dan Hasil Tembakau (DBHCHT) Rp 120
miliar yang kasusnya masih ditangani Kejaksaan Negeri Karawang, pengamat hukum
dan pemerintahan asal Karawang, Asep Agustian SH, MH, mendesak agar kejaksaan
bergerak cepat dalam penanganan kasusnya.
Pasalnya, pengacara kondang yang lebih akrab disapa
Askun tersebut menegaskan, jangan sampai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
"turun gunung" dalam menyikapi persoalannya ini. Terlebih, Askun juga
meminta agar Kejaksaan Negeri Karawang bersikap transparan dalam penanganan
kasusnya.
"Jangan
sampai nanti KPK turun gunung dalam menyikapi persoalan kasusnya. Kalau KPK
turun ke Karawang, nanti kejaksaan malu sendiri. Kejaksaan harus transparan
dalam persoalan DBHCT ini," kata Asep Agustian SH, MH, saat dimintai
keterangan oleh Radar Bharindo, Kamis (7/9).
Disinggung mengenai adanya dugaan beberapa oknum pejabat
Karawang yang kebal hukum dalam persoalan DBHCT ini, Askun menegaskan, tidak
ada perseorangan ataupun lembaga yang kebal hukum. Karena menurutnya,
keberadaan hukum itu bukan untuk menyakiti orang. Melainkan untuk menindak
perbuatannya yang dianggap melanggar hukum.
"Terlepas siapa yang menikmati dugaan permainan DBHCT,
dia harus bertanggungjawab. Siapapun yang mengatur keuangan DBHCT, apalagi
mencoba bermain, saya pastikan akan masuk penjara. Ingat pidana itu tidak akan
pernah surut dalam waktu 10 tahun. Silahkan mau ditutupi juga kasusnya, saya
gak peduli. Yang pasti siapapun yang bermain dalam DBHCT, saya pastikan akan
masuk penjara," tegas Askun.
Sementara saat disinggung pernyataan Kepala Bidang Aset
Daerah di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Karawang yang
membantah soal “kepemilikan siluman” status tanah pembangunan Rumah Sakit
Paru-paru di Kecamatan Jatisari yang anggarannya masih dari DBHCHT, Askun justru
mengaku akan bertanya balik, mengapa lahan teknis pesawahan tersebut masih
digarap untuk pertanian.
"Katanya sudah dibeli pemda, tapi mengapa tanahnya masih
digarap?. Pertanyaannya siapa yang garap. Apakah di sana masih ada pajak atau
tidak?. Ada kontribusi untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau tidak. Sekarang
proses lidik penanganan kasusnya oleh kejaksaan sampai sejauh mana?. Kalau
status tanahnya sudah milik pemda dan masuk sebagai aset daerah, mengapa sampai
sekarang status kepemilikan tanahnya masih atas nama si penjual," tanya
balik Askun.
Menurut Askun, ia mengaku bisa berbicara lantang mengenai
persoalan pembangunan Rumah Sakit Paru-paru, karena Askun juga mengaku tahu
siapa pemilik awal tanahnya (si penjual, red). Oleh karenanya Askun menegaskan,
kejaksaan jangan coba "bermain mata" dalam penanganan kasus DBHCHT.
Terlebih Askun mewanti-wanti, jangan sampai kerja sama antara
kejaksaan dengan Pemkab Karawang soal MoU penangnan kasus Perdata dan Tata
Usaha Negara (TUN) membuat kinerja kejaksaan menjadi tumpul sebagai lembaga
supremasi hukum.
"Sampai
hari ini publik masih menunggu informasi mengenai penanganan kasus DBHCT oleh
kejaksaan. Penanganannya sudah dimulai sejak 2016. Tapi sampai sekarang belum
ada kejelasan sampai sejauh mana," tandas Askun.
![]() |
Satu buah mesin cetak
spanduk di gudang lantai 2 kantor Dinkes Karawang terlihat tidak terpakai. |
Kembali berdasarkan penelusuran Radar Bharindo, penggunaan
DBHCHT ini sendiri bukan hanya dianggarkan untuk pembangunan Rumah Sakit
Paru-paru di Jatisari senilai Rp 156.500.000.000,-.
Melainkan juga pernah dianggarkan untuk pengadaan barang/jasa
berbentuk mesin cetak spanduk senilai Rp 536.276.000,- rupiah yang akan
dipergunakan sebagai alat penunjang program penyuluhan tentang informasi bahaya
merokok Dinas Kesehatan (Dinkes) Tahun 2013.
Informasi ini didapatkan Radar Bharindo berdasarkan data
pengumuman lelang LPSE oleh Pokja Unit Layanan Pengadaan (ULP) dengan
Nomor : TP.V.02/P.umum-PROMKES/Dinkes/2013.
Disisi lain, Radar Bharindo juga menemukan bukti fisik satu
buah mesin cetak spanduk yang terlihat tidak terpakai di gudang lantai 2 kantor
Dinkes Karawang.
Dan sampai berita ini masuk meja redaksi, belum ada
keterangan resmi dari pejabat Dinkes Karawang mengenai persoalan DBHCHT ini. (Adk, RBI 248,Red)
0 Komentar