Radar Bharindo, Karawang ~ Menindaklanjuti persoalan sikap
untuk menolak kebijakan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang pelaksanaan
lima hari sekolah, para Kyai Nahdatul Ulama (NU) menyambangi kantor DPRD
Karawang untuk melakukan audiensi.
Menurut para kiyai yang tergabung dalam Pengurus Cabang
Nahdatul Ulama (PCNU) Karawang tersebut, kebijakan lima hari sekolah yang lebih
dikenal sebagai Full Day School (FDS) tersebut jelas tidak berdasarkan kajian
yang komperhensif. Sehingga para kiyai meminta agar para wakil rakyat Karawang
juga ikut menolak kebijakan FDS yang sedang diuji cobakan oleh Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Karawang.
“Sekolah
lima hari yang dicetuskan oleh Mendikbud itu tidak berdasarkan kajian yang
komperhensif. Sebab itu merupakan usulan Menteri Pariwisata ke presiden, agar
partisipasi anak sekolah ke tempat pariwisata lebih banyak,” ujar Ketua PCNU
Karawang, KH. Ahmad Rukhyat Hasby, saat melakukan audiensi dengan Komisi D DPRD
Karawang, Jumat (15/9).
Menurut Kiyai yang lebih akrab disapa Kang Uyan ini,
kebijakan sekolah lima hari dalam FDS justru sebenarnya malah dikhawatirkan
dapat memicu potensi kenakalan remaja yang berlebih. Pasalnya, dengan libur
sekolah dua hari malah akan menambah waktu bermain anak yang semakin tak
terkendali.
Terlebih ditegaskan Kang Uyan, sampai saat ini belum ada
satupun sekolah negeri yang berani menjamin adanya perubahan karakter jati diri
siswa yang lebih baik dengan adanya kebijakan FDS. “Saya meragukan sekali
keberhasilan atau kesiapan dari sekolah negeri soal FDS yang ingin memperbaiki
karakter jati diri siswa melalui penambahan jam pelajaran melalui kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah ini,” katanya.
Kalaupun alasan munculnya kebijakan FDS ini untuk pembentukan
karater siswa, sambung Kang Uyan, sebenarnya dari awal NU sudah memberikan
saran agar adanya penambahan jam pelajaran agama yang selama ini hanya
diterapkan selama dua jam dalam seminggu di sekolah. Karena menurutnya,
terkadang jam mata pelajaran agama di sekolah saja sering tidak maksimal dengan
adanya kesibukan guru.
“Belum gurunya tidak masuk alasan rapat dan lain-lain. Ini
sangat bertolak belakang dengan programnya pemerintah Jokowi tentang
pembentukan karakter melalui pendidikan. Bayangkan saja jika kondisi saat ini
pendidikan agama di sekolah negeri hanya sekedar menjadi pelajaran tambahan,
bukan menjadi mata pelajaran yang di UN-kan. Kalah dengan matematika dan bahasa
inggris,” sindir Kang Uyan.
Ditambahkan Kang Uyan, jika bangsa ini ingin menerapkan
pendidikan karakter kepada anak bangsa sejak dini, seharusnya mata pelajaran
agama di sekolah tidak hanya sekedar menjadi mata pelajaran tambahan. Melainkan
menjadi mata pelajaran utama yang di UN-kan.
“Kalau
ingin membangun karakter generasi penerus bangsa bukan hanya dijejali dengan
ilmu pengetahuan umum. Tetapi juga pendidikan moral dan nilai agama di
sekolah. PCNU menolak FDS yang sekarang sedang diuji cobakan oleh
Dinas Pendidikan Karawang. Maka kami juga meminta kepada Bupati untuk ikut
menolak atau tidak mengindahkan peraturan menteri tersebut,” paparnya.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi D DPRD Karawang,
Endang Sodikin menyatakan, adanya sekolah lima hari tersebut sebenarnya
bertentangan dengan Perda Nomor 7 tahun 2011, tentang Diniah Takmiliah Awaliah
(DTA) yang mengharuskan siswa untuk sekolah agama sebagai persyaratan masuk ke
SMP. “Kami juga akan meminta Disdikpora menerapkan Perda tentang DTA untuk
persyaratan masuk SMP, hal itu untuk menciptakan karakter anak bisa lebih
baik,” katanya.
Akan tetapi, sambung Endang, khusus untuk SMA saat ini sudah
menjadi kebijakan provinsi. Sehingga ia tidak bisa menjamin bisa mendorong
maksimal atas usulan para kiyai NU untuk menolak kebijakan FDS ini. “Untuk SD
dan SMP, kami akan dorong agar eksekutif tetap menjalankan sekolah enam hari,”
tandasnya. (Adk, RBI 248)
0 Komentar