![]() |
“Dalam
kasus ini, KPK baru menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung
sebagai tersangka”.
Radar Bharindo,Jakarta ~ Penyidik KPK memanggil bos PT
Gajah Tunggal, Budhi Santoso Tanasaleh. Dia dipanggil sebagai saksi untuk
Syafruddin Arsyad Temenggung yang merupakan tersangka kasus korupsi penerbitan
Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
"Kami mengagendakan pemeriksaan terhadap Budhi Santoso
Tanasaleh sebagai saksi tersangka SAT," ujar juru bicara KPK Febri
Diansyah di kantornya, Selasa (21/11).
Selain Kiswuyono, KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap
Eha Wirawan selaku staff PT Gajah Tunggal Group dan Herman Kartadinata alias
Robert Bono dari pihak swasta sebagai saksi untuk Syafruddin.
Berdasarkan situs perusahaan PT Gajah Tunggal, Budhi tercatat
menjabat sebagai Presiden Direktur pada perusahaan tersebut. Sejumlah Direktur
PT Gajah Tunggal pun sebelumnya pernah dipanggil oleh penyidik KPK, seperti
Kisyuwono, Jusup Agus Sayono, serta Ferry Lawrentius Hollen.
Pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat PT Gajah Tunggal ini
diduga terkait dengan sosok Sjamsul Nursalim yang pernah menjadi pemilik
perusahaan. Sjamsul sendiri adalah pemilik BDNI yang menerima dana BLBI.
Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan mantan Kepala BPPN
Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka.
Syafruddin dijerat sebagai
tersangka karena diduga melakukan korupsi dalam penerbitan Surat Keterangan
Lunas BLBI untuk BDNI milik Sjamsul.
BDNI adalah salah satu bank yang sempat terganggu
likuiditasnya. BDNI mendapat gelontoran dana pinjaman dari BI senilai Rp 27,4
triliun dan mendapat SKL pada April 2004.
Perubahan litigasi pada kewajiban BDNI dilakukan lewat
rekstruturisasi aset Rp 4,8 triliun dari PT Dipasena yang dipimpin Artalyta
Suryani dan suaminya.
Namun, hasil restrukturisasi hanya didapat Rp 1,1 triliun
dari piutang ke petani tambak PT Dipasena.
Sedangkan Rp 3,7 triliun yang
merupakan utang tak dibahas dalam proses resutrukturisasi. Sehingga, ada
kewajiban BDNI sebagai obligor yang belum ditagih.
Namun kebijakan penerbitan
SKL BLBI untuk BDNI ini diduga telah merugikan negara sebesar Rp 3,7 triliun.
Sehingga Syafruddin harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Atas perbuatannya, Syafruddin disangkakan melanggar Pasal 2
ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah
dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.. (Kum,Red)
Sumber : Kumparan.com
0 Komentar