Radar Bharindo, Jakarta ~ Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 01 Tahun 2019 tentang
Perdagangan Gula Kristal Rafinasi (GKR). Permendag ini ditetapkan pada 11
Januari 2019 dan mulai berlaku pada 21 Januari 2019.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Tjahya
Widayanti menjelaskan, peraturan ini merupakan penyempurnaan dari Permendag
Nomor 74 Tahun 2015 tentang Perdagangan Antarpulau Gula Kristal Rafinasi.
Berdasarkan
Permendag Nomor 01
Tahun 2019 ini, Gula Kristal Rafinasi
dilarang diperdagangkan di pasar eceran dan produsen GKR juga dilarang
menjualnya kepada distributor, pedagang pengecer, dan/atau konsumen.
Tjahya menegaskan, GKR hanya dapat diperdagangkan oleh
produsen GKR kepada industri pengguna sebagai bahan baku atau bahan penolong
dalam proses produksi dan dilakukan melalui kontrak kerja sama. "Produsen
GKR juga bertanggung jawab terhadap GKR yang diperdagangkan secara langsung
kepada industri pengguna," ujarnya dalam rilis yang diterima, Senin (4/2).
Namun,
Tjahya menambahkan, produsen GKR dapat menjual untuk memenuhi kebutuhan
industri pengguna skala kecil dan menengah atau UKM. Hanya saja, penjualan
dilakukan melalui distributor berbadan usaha koperasi dan sudah mendapat
persetujuan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang koperasi, usaha kecil dan menengah.
Apabila sudah mendapat persetujuan, koperasi penerima GKR
wajib menyampaikan laporan distribusi GKR kepada Dirjen PDN. "Selanjutnya,
koperasi bertanggung jawab terhadap GKR yang didistribusikan kepada
anggotanya," kata Tjahya.
Sementara itu, bagi industri pengguna dilarang
memindahtangankan dan/atau menjual GKR yang diperoleh dari produsen GKR
dan/atau koperasi.
Tjahya juga menyampaikan, berdasarkan Permendag tersebut,
perdagangan GKR diatur menggunakan kemasan berukuran paling sedikit 50 kg.
Namun, untuk memenuhi kebutuhan khusus industri pengguna, GKR dapat
diperdagangkan dengan menggunakan kemasan berukuran 25 kg. Pada kemasan GKR
yang digunakan untuk kedua jenis kebutuhan tersebut wajib dicantumkan label
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan industri pengguna
skala besar, GKR dapat didistribusikan dalam bentuk curah dengan ukuran paling
sedikit 25.000 kg. Proses distribusi harus menggunakan alat angkut tertutup
berbentuk tangki yang memenuhi kriteria keamanan pangan.
Menurut Tjahya, GKR yang didistribusikan menggunakan alat
angkut berbentuk tangki harus memenuhi kewajiban lain. Yakni, memuat
informasi produk dan telah dilengkapi
dengan Salinan dokumen Sertifikat Produk Penggunaan Tanda- Standar Nasional
Indonesia (SPPT-SNI) serta harus didistribusikan langsung kepada industri
pengguna sesuai kontrak yang telah disepakati.
Selain itu, Permendag ini juga mengatur perdagangan GKR antar
pulau untuk kebutuhan industri pengguna. Adapun persyaratannya yaitu produsen
GKR wajib melampirkan Surat Persetujuan Perdagangan Antar Pulau Gula Kristal
Rafinasi (SPPAGKR).
Tjahya menjelaskan, SPPAGKR dapat diperoleh dengan mengajukan
surat permohonan secara elektronik melalui Sistem Informasi Perizinan Terpadu
(SIPT) dengan melampirkan dokumen Nomor Induk Berusaha (NIB) dan bukti
permintaan dari industri pengguna.
Untuk menjual GKR, produsen GKR diwajibkan membuat pernyataan
mandiri bahwa telah memenuhi persyaratan perdagangan GKR. Pernyataan dibuat
secara elektronik melalui SIPT. Selain itu, mereka juga diwajibkan menyampaikan
laporan realisasi perdagangan GKR secara menyeluruh kepada menteri secara
elektronik melalui SIPT.
Laporan realisasi perdagangan GKR dilakukan setiap satu bulan
sekali, paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya. "Produsen GKR,
koperasi, dan industri pengguna GKR yang melanggar aturan dalam Permendag ini
akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Tjahya.
Tjahya juga menyampaikan, Kemendag melalui Direktorat
Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga akan mengawasi perdagangan GKR
baik secara berkala dan/atau sewaktu-waktu sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dengan berlakunya Permendag ini, maka Permendag Nomor 74/
M-DAG/ PER/9/2015 tentang Perdagangan Antarpulau Gula Kristal Rafinasi dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Sementara itu, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies
(CIPS) Assyifa Szami Ilman menilai, rembesnya gula rafinasi ke pasar gula
konsumsi adalah salah satu permasalahan gula nasional. Penyebabnya, restriksi
pada kebijakan impor untuk gula konsumsi, sehingga menimbulkan perbedaan harga
yang cukup jauh antara gula rafinasi dengan gula konsumsi.( ,Red)
Sumber : Republika.co.id
0 Komentar