![]() |
Vid Ilustrasi Pertambangan Batubara |
Sektor Sumber Daya Alam (SDA) memang kerap disalahgunakan oleh Kepala Daerah untuk mengambil ceruk keuntungan. Mereka diduga memang biasa menyasar korupsi perizinan SDA dibandingkan dengan alokasi APBD dan APBN. Di sisi lain, kemiskinan di daerah tersebut masih merajalela.
Radar
Bharindo, Jakarta ~ Kasus dugaan suap perizinan tambang yang
melibatkan tersangka Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi oleh tiga perusahaan
swasta sedikit meninggalkan pertanyaan: mengapa korupsi sumber daya alam masih
kerap terjadi dan lebih besar kerugiannya?
Potensi
kerugian negara akibat perkara suap perizinan tambang di Kalimantan Tengah
tersebut, menurut Komisi Pemberantasan Korupsi, mencapai Rp5,8 triliun dan
US$711.000. Nilai itu lebih besar dari kerugian negara akibat kasus korupsi
KTP-el sebesar Rp2,3 triliun dan BLBI yang mencapai Rp4,58 triliun.
Kerugian
itu memang tidak berdampak pada anggaran pemerintah seperti KTP-el yang
menyeret nama Ketua DPR Setya Novanto. Namun, lebih besar potensi kerugiannya
karena berdampak langsung terhadap sumber kekayaan negara.
Pegiat
antikorupsi Emerson Yuntho menyebut sektor SDA memang kerap disalahgunakan oleh
kepala daerah untuk mengambil ceruk keuntungan. Mereka diduga memang biasa
menyasar korupsi perizinan SDA dibandingkan dengan alokasi APBD dan APBN. Di
sisi lain, kemiskinan di daerah tersebut masih merajalela.
Pegiat
dari Indonesia Corruption Watch (ICW) itu memandang bahwa eliet politik bisa
memanfaatkan wewenangnya untuk memberikan perizinan baik untuk tambang seperti
dalam kasus Supian Hadi.
Kendati
tidak menyentuh pada ekonomi masyarakatnya, akan tetapi parahnya bisa
menimbulkan kerugian langsung bagi negara baik materi dan ekologis atau
lingkungan.
Dalam
sebuah diskusi, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif heran bahwa korupsi SDA
diperjualbelikan oleh para kepala daerah dengan murah.
Padahal,
sumber devisa dan ekonomi negara dari SDA potensinya sangat besar. Laode
mengingatkan agar kepala daerah menjaga SDA baik sektor pertambangan,
perkebunan, hutan dan yang lainnya.
Menurut
Laode, jangan sampai kondisi seperti ini terus berlanjut mengingat potensi sumber
daya alam yang begitu besar hanya dikuasai oleh sekelompok pengusaha.
Kajian
SDA KPK juga menurutnya menemukan sejumlah persoalan terkait tumpang tindih
wilayah, potensi kerugian keuangan negara darn praktek bisnis yang tidak
beretika dan melanggar aturan di antaranya menunggak pajak, tidak membayar
royalti dan tidak melakukan jaminan reklamasi pascatambang.
Latar Belakang Supian
Hadi
Supian
Hadi ditetapkan sebagai tersangka terkait proses pemberian izin usaha
pertambangan (IUP) terhadap 3 perusahaan di lingkungan Kabupaten Kotawaringin
Timur (Kotim) tahun 2010-2012.
Terkait
dengan sejumlah pemberian izin tersebut, dia diduga telah menerima mobil mewah
dan sejumlah uang dari hasil pemberian Izin Usaha Penambangan (IUP) kepada PT
Fajar Mentaya Abadi (FMA), PT Billy Indonesia (BI) dan PT Aries Iron Mining
(AIM).
Laode
M. Syarif mengatakan beberapa dokumen terkait perizinan dari ketiga perusahaan
itu belum dipenuhi sepenuhnya antara lain izin lingkungan atau AMDAL serta
tidak memiliki kuasa pertambangan. Bahkan, dua perusahaan bisa diberikan izin
oleh Supian kendati tidak mengikuti proses lelang Wilayah Izin Usaha
Pertambangan (WIUP).
Timbal
baliknya, Supian Hadi diduga menerima mobil Toyota Land Cruiser, Hummer H3 dan
uang sebesar Rp500 juta.
Melihat
sepak terjangnya, Supian Hadi menjadi bupati Kotawaringin Timur untuk kedua
kalinya bersama wakilnya M. Taufik Mukri. Dia menjabat pada periode 2010-2015
dan 2016-2021. Pada periode pertama menjabat, dia menjadi bupati termuda yang
saat itu umurnya 34 tahun.
Berdasarkan
situs resmi pemerintah kabupaten Kotawaringin Timur, sebelum menjadi bupati dia
juga pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kab Kotim.
Supian
merupakan kader PDI Perjuangan. Atas terseretnya Supian dalam perkara ini, PDIP
meminta agar kadernya tersebut mundur dari partai.
Laporan
Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dirilis KPK mencatat, Supian
terakhir kali melaporkan LHKPN pada 29 Maret 2018.
Supian
tercatat memiliki harta senilai Rp1,58 miliar, memiliki empat bidang tanah dan
bangunan di Kotawaringin Timur senilai Rp1.060.667.693 dan kas senilai
Rp519.594.480. Supian tidak memiliki kendaraan maupun surat berharga.
Harta
Supian ini tercatat meningkat drastis dibandingkan LHKPN yang dilaporkan pada
27 juli 2015 sebesar Rp907.925.028. (K24,Red)
Sumber : Kabar 24
0 Komentar